Basok

Aliurridha

 

Sejak ayahnya membawa pulang potongan daging Basok dan membagikan kepada orang-orangnya, Jafun sangat berambisi bisa menangkap Basok. Ia tidak bisa melupakan betapa meriah pesta yang digelar demi merayakan keberhasilan ayahnya. Sejak itu pula ayah Jafun menjadi sangat dihormati, karena berkat dirinya, orang-orangnya tidak lagi kelaparan ketika paceklik melanda, dan berkat dirinya pula, para pemuda tidak lagi takut masuk hutan. 

Masa-masa itu adalah masa di mana setiap anak laki-laki bermimpi bisa menangkap Basok. Tapi itu dulu, sekarang keadaan telah jauh berbeda. Anak-anak yang dulunya bercita-cita menangkap Basok, kini tidak lagi peduli padanya. Mereka tidak lagi mau berburu. 

Memang sudah sangat lama sejak terakhir kali ada yang mampu membawa pulang daging Basok. Jangankan membawa pulang dagingnya, telah lebih satu dekade tak seorang pun membual mengatakan mereka melihat Basok. Dulu, beberapa mengaku berhasil menangkap Basok. Mereka membawa pulang potongan daging yang mereka akui sebagai daging Basok. Namun semua itu bohong belaka, tidak satu pun daging yang mereka bawa memiliki rasa yang sama atau sekadar mendekati rasa daging Basok. Tidak butuh waktu lama, kebohongan itu terbongkar karena mereka sama sekali belum lupa rasa daging Basok. Meski telah bertahun-tahun berlalu sejak terakhir kali mereka mencicipinya, orang-orang itu selalu ingat bahwa ada kekhasan dari rasa daging Basok. Apalagi masa-masa itu mereka begitu merindukan daging. Sejak mereka meninggalkan hidup nomaden dan mulai bercocok tanam, mereka benar-benar haus akan daging. Karenanya, potongan daging Basok yang dibawa oleh ayah Jafun tidak hanya menyelamatkan mereka dari gagal panen, tapi juga memuaskan dahaga mereka. Apalagi rasa daging Basok berbeda dari setiap daging yang pernah mereka cicipi. Jafun bahkan bersumpah daging Basok tidak punya sama dengan daging hewan mana pun.

Hampir semua jenis hewan di gunung itu pernah Jafun cicipi dagingnya. Namun, tidak satu pun yang bisa mendekati, apalagi menyaingi kelezatan daging Basok. Di luar kelezatannya, ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak terjelaskan tentang daging Basok. Ketika memakannya, Jafun merasa ada yang meluap-luap dari tubuhnya, semacam energi yang membuatnya merasa bisa melakukan apa pun. Sejak saat itu ia bersumpah: sebelum tubuhnya terbaring di tanah leluhur, ia akan menangkap Basok dan membuat orang-orangnya tidak lagi bergantung pada para pendatang.

Dunia memang telah jauh berubah, kini berburu tidak lagi menjadi pertaruhan hidup. Tidak seperti dulu, hasil berburu tidak pernah cukup. Desa juga tidak pernah dilanda kelaparan seperti masa-masa awal mereka hidup menetap. Persentuhan dengan dunia luar membantu banyak, tapi hal itu juga—menurut Jafun—merusak tradisi yang dibangun leluhurnya. Jafun menyesalkan orang-orangnya yang meninggalkan aktivitas berburu yang telah lama menjadi sumber penghidupan mereka. Orang-orangnya sekarang lebih senang berladang, memelihara hewan, atau bahkan ikut-ikutan menambang emas seperti yang dilakukan para pendatang. 

***

“Kamu akan berburu lagi?” tanya Jizun, sepupunya. Ketika itu Jizun melihat Jafun sedang berjalan ke arah hutan bersama dua pengiring setianya. Jafun menjawab dengan anggukan sekenanya. Jizun kemudian memandangi wajah Carut dan Marut yang selalu mengekor di belakang Jafun. Kedua pemuda itu sampai kikuk dibuatnya. “Dengan bocah-bocah ini?” tanya Jizun lagi. 

Hubungan Jafun dan Jizun memang sedang buruk-buruknya. Bermula dari ajakan Jizun agar orang-orangnya tidak lagi berburu karena dianggap tidak menguntungkan dan ketinggalan zaman, kemudian Jizun juga mengungkit-ungkit kematian ayahnya yang merupakan paman Jafun sendiri. Lelaki itu ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan kaki dan separuh tubuh bagian kanan hilang dimakan binatang buas. Orang-orang menduga itu adalah perbuatan Basok. Tapi Jizun malah menuduh ayah Jafun yang bertanggung jawab atas kejadian itu. “Seandainya saja ayah Jafun tidak pernah membawa ayahku ke hutan, mungkin ayahku masih hidup,” kata Jizun. 

Jafun tidak terima. Ia marah sekali karena Jizun menyembunyikan fakta bahwa desa mereka saat itu sedang mengalami paceklik. Seandainya saja tidak banyak yang turun berburu, mungkin mereka sudah punah, mati kelaparan. Saat itu warga desa sedang takut masuk hutan karena beberapa yang masuk tidak kembali. Mereka ditemukan tak bernyawa dengan separuh tubuh seperti habis dimangsa hewan buas. Lalu setelah ayah Jafun membawa potongan daging Basok, orang-orangnya jadi berani masuk ke hutan dan pulang membawa berbagai jenis hewan.

Hubungan Jafun dan Jizun dulu tidaklah seburuk itu. Mereka lebih dari sepupu. Mereka seperti saudara karena ayah Jafun merawat Jizun setelah lelaki itu kehilangan ayahnya. Jafun dan Jizun dari kecil selalu berburu bersama. Jafun dan Jizun dan beberapa kawan mereka dulu mempunyai mimpi yang sama seperti hampir setiap anak lelaki di desa itu. Namun, mimpi itu terkikis setelah dunia mereka bersentuhan dengan dunia yang sama sekali asing. 

***

Telah dua hari Jafun bersama Carut dan Marut berada di hutan, namun tidak satu pun hewan mereka temukanKecuali beberapa ekor tupai, mereka tidak mendapat apa pun. Jangankan Basokkambing gunung, kijang, babi hutanyang dulu begitu mudahnya ditemukan, kini tidak terlihat lagi jejaknya. Beda sekali ketika Jafun masih kecil dulu, ketika ia masih ikut berburu bersama ayahnya, berbagai jenis hewan itu ia temukan di hutan. 

Jafun menyalahkan para pendatang yang membangun rumah tambang di kaki gunung. Orang-orang itu dianggapnya bertanggung jawab mengikis habis gunung dan hutan tempatnya berburu. Mereka juga membuat orang-orangnya ikut-ikut menambang emas yang kemudian mereka tukar dengan uang yang ditukar lagi dengan benda-benda yang dibawa pendatang. Jafun berpikir seandainya saja ia punya kekuatan, ia akan menghancurkan rumah tambang yang selalu dijaga para pria tegap berpakaian loreng. Mereka mengatakan bahwa tempat yang mereka jaga adalah milik negara. Jafun bahkan tidak kenal siapa itu negara. “Ini tanahku, tanah leluhurku,” katanya tidak terima. Namun, tidak ada yang bisa dilakukannya. Ia sadar diri bahwa ia tidak akan mampu melawan orang-orang itu, mereka banyak dan bersenjata lengkap. Jafun berpikir satu-satunya kesempatan yang mungkin ia miliki adalah dengan mendapatkan Basok, yang ia percayai akan memberinya kekuatan seperti telah diceritakan turun temurun oleh kakek buyutnya, dan diceritakan kembali oleh ayahnya. 

***

Sudah beberapa hari ini Jafun mengajak Carut dan Marut berburu, tapi mereka selalu menolak. Mereka menolak dengan berbagai alasan: membantu ayahnya menggembala kambing, membantu ibu menanam ubi, atau berbagai hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya. Kemudian secara tidak sengaja, Jafun melihat Carut dan Marut sedang bersama Jizun. Jafun tidak tahu apa yang mereka kerjakan, tapi melihat itu, ia tahu ia sudah kalah. Namun Jafun tidak ingin kalah begitu saja. Ia memikirkan sebuah rencana di kepalanya. 

Keesokan harinya, ia menemui Jizun dan mengajak Jizun berburu seperti yang pernah mereka lakukan dulu. Tentu saja Jizun menolak. Jafun tidak menyerah. Ia berkata telah melihat jejak kaki Basok. Ia juga berkata kalau ia membutuhkan Jizun, karena hanya Jizun yang mampu melacak buruan lebih hebat darinya. Jizun tetap menolak. Jizun bahkan berkata Basok itu tidak ada. Basok hanyalah mitos yang dibesar-besarkan. Mendengar itu Jafun hampir meledak, dan hampir pula ia meledakkan kepala Jizun dengan senapannya. Beruntung ia masih mampu menahan diri. 

Jafun mencari-cari cara untuk bisa membuat Jizun tertarik kembali berburu. Untuk itu, ia mulai sering memantau dan mengikuti gerak-gerik Jizun. Ia tahu Jizun sedang merencanakan sesuatu. Tapi ia tidak tahu apa itu. Lalu setelah ia menyelidiki masalahnya, ia tahu Jizun bermasalah dengan para pemilik rumah tambang karena mereka melarang orang-orangnya menambang liar emas di sekitar rumah tambang. Para pria tegap beberapa kali menangkap orang-orangnya yang ketahuan menambang di sekitar rumah tambang. Beberapa kali Jizun yang kini adalah orang penting di desa terpaksa menjemput orang-orangnya yang ditahan oleh para pria bertubuh tegap. Jafun mendengar orang-orangnya sempat ingin menyerang orang-orang itu. Tapi mereka urung melakukannya karena para pendatang berjanji akan membangunkan sekolah dan fasilitas public lainnya untuk mengentaskan kehidupan mereka dari keterbelakangannya. Jizun melunak, dan ia menerima tawaran itu. Sayang, banyak warga kampung yang tidak mau melepas tanahnya yang akan digunakan sebagai sekolah dan fasilitas public lainnya. 

Sore itu, Jizun mendatangi Jafun. Jafun terkejut. Ia tidak percaya Jizun mau mengunjunginya. 

“Separuh dari orang-orang kita bersikeras untuk menolak sekolah yang akan dibangun. Aku butuh kamu untuk meyakinkan. Mereka mempercayaimu,” kata Jizun.

“Kamu mau aku meminta mereka melepas tanah mereka?”

“Ini satu-satunya cara agar orang-orang kita jadi terdidik, agar kita tidak selalu dibodoh-bodohi orang-orang itu.” 

“Kupikir kamu mau meminta bantuan untuk menyerang mereka. Aku kecewa.”

“Itu perbuatan bodoh. Mereka bersenjata lengkap.”

“Kita juga punya.”

“Senjata kita tidak ada apa-apanya dibandingkan punya mereka. Lagi pula kita tidak punya disiplin.”

“Itu karena kita berhenti berburu. Jika kita masih seperti dulu. Kita tidak akan kalah.”

Jizun diam. Ia tidak tahu lagi bagaimana cara merayu Jafun yang keras kepala. Akhirnya ia mengalihkan pembicaraan. Ia membahas soal Basok. Ia tahu Jafun selalu bergairah jika membicarakan Basok. Siapa tahu dengan membahas ini ia bisa mencari celah untuk merayu Jafun. Dan ia tidak salah. Jafun langsung bergairah. Ia mengatakan ia pernah melihat jejak Basok di balik gunung. Hanya saja tempatnya agak jauh. Jizun pun menawarkan untuk membantunya. Ia akan mengajak teman-teman mereka ketika kecil dulu untuk berburu. Jafun menolak. Ia tidak ingin tambahan orang yang tidak cakap. Ia hanya butuh Jizun untuk melacak karena tidak ada yang lebih pandai melacak buruan lebih baik dari Jizun. 

“Jika aku membantumu apakah kau akan membantuku melunakkan hati orang-orang kita?” tanya Jizun.

“Aku hanya ingin Basok. Setelah itu aku akan lakukan apa pun maumu,” kata Jafun.

“Kamu berjanji?”

“Kamu tahu aku tidak pernah berbohong.”

Jizun mempercayai perkataan Jafun. Tapi Jafun tidak menepati janjinya. Ketika sudah jauh di dalam hutan, dengan brutalnya Jafun menebaskan parang ke bahu Jizun dari belakang. Tidak hanya sekali ia melakukannya, tapi tiga kali. Begitu roboh, Jizun tidak langsung mati. Ia masih sempat mengumpat, menjelek-jelekkan ayah Jafun: menyebut lelaki itu sebagai pembual dan pembunuh. Jafun yang selalu menganggap ayahnya sebagai pahlawan merasa tidak terima, lalu dengan membabi buta ia mencincang tubuh Jizun hingga tak berbentuk. Karena sudah lama tidak menyentuh daging, timbul ide gila di kepala Jafun. Ia lantas memanggang potongan tubuh itu dan memakannya. Ketika mengunyah potongan daging itu, Jafun terkejut. Rasa yang dicarinya selama dua puluh tahun lalu itu kini berada dalam mulutnya. Ternyata Jizun benar, Basok hanyalah sebuah cerita karangan. Butiran air menetes dari kedua bola matanya. Kemudian ia merasa sesuatu meluap-luap dari dalam dirinya. Mendadak tubuhnya terasa dipenuhi energi, seolah ia bisa melakukan apa pun. Kemudian matanya menatap tajam ke arah rumah tambang di kejauhan. Lalu senyum mekar dari wajahnya. (*)


 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami