Oleh: M. Rifdal Ais Annafis
Berita pertama;
seorang anak kecil membakar celananya sendiri, memungut panggang burung
dari gosong kain lalu menghidangkannya di tengah-tengah meja makan keluarga
setelah ia merasa gagal menjual kesedihan pada jeda lampu merah, seharian
Berita kedua;
perempuan itu meraut dada dengan pisau dapur, lalu tetes darah dipoles sebagai
lipstik dan dikenakannya celana pendek sisa sambil memungut dendam dari nyala
langit, “aku tak menemukan surga, katamu, “aku menyesap hidup dari kemaluan.”
Berita ketiga;
di sebuah ruangan pengap pesawat televisi menyiarkan berita cuaca pagi ini
sebelum iklan-iklan pakaian dalam mencuri mata seorang ibu yang tiba-tiba
sibuk meremas nasib, “ketidaksetiaan adalah puncak. Kebodohan adalah pangkal.”
Berita-berita lain;
seorang jurnalis yang sibuk memotret, menuliskan, “Geger! Pembunuhan seorang
anak kecil dan perempuan yang tidak lulus-lulus kuliah terjadi di gang sempit menuju
Kemayoran, gang pertama sebelum jalan kota. Setelah diusut, ternyata pembunuhnya
adalah Ibunya sendiri sebelum menggantung dengan leher terjerat di pintu rumah.”
Bagian-bagian kecil setelahnya;
Ia tersenyum puas dengan Koran di tangan, sebab menyaksi mantan istrinya dituliskan
dengan kebahagiaan meletup-letup, “pada akhirnya,” sambil meneguk sebotol bir,
“aku menuliskan keluarga kecilku” lalu menyulut rokok, “untuk pertama dan terakhir.”
Maut dan dendam merias jasad-jasad itu tanpa kecemasan, kemudian doa-doa
dilangitkan. Setelah puas mengeraskan dada, jurnalis itu mengiris tangan kirinya
dengan lensa pecah, “tidak ada yang perlu di tunggu” lalu, “tidak untuk hidup”
Sumenep, 2021