Bunyi Tanpa Suara

Oleh: Nur Cholish Majid

/1/

Kau yang bersuara nyaring, telah tuli semenjak lahir

Seberapa jauh gaung dari teriakanmu,

mengarah pada hening malam yang lelap

Seberapa tinggi frekuensi bunyi kaurengkuh,

Dihempaskan jua oleh rintihan serak dalam sunyi doamu

Kaukejar simbol-simbol peradaban, membuka tabir dunia

kekalkan ucapan yang tak dapat ditangkap udara

Telah kautuliskan sebuah sajak senandika

Menangkap setiap bunyi, tambahkan imajinasi,

Berikan bentuk penggambaran diri yang semakin kabur

/2/

Suara-suara telah keluar dari mulutnya, serupa wahyu pembawa takdir

Sudah berapa tangga nada kaudaki, mencari irama dalam dengung kebisingan kota

Setiap suara hanya memantulkan gema ke dalam tubuh-tubuh kosong

Bagaimana mungkin kautahu, bahwa suara yang sayup-sayup

Adalah sebuah isyarat gugup yang keluar dari kerongkongan kering

Lebih kering dari gurun gobi

Kau hanya perlu membuka mata untuk membaca gerak bibir dan juga peristiwa

/3/

Apa yang membuatmu lupa, ketika toa-toa usang lantunkan rima yang sama setiap waktu

Namun panggilan rumah ibadah selalu lolos dari telinga

Apa yang membuatmu lupa, ketika nada-nada diperdendangkan di perempatan jalan

Sementara tubuh letihmu terus saja bergoyang berikan hiburan bagi para calo-calo ketenaran

Sudah seberapa jauh suaramu mencapai nurani manusia

Mencoba menggubah suara di balik hati yang mati rasa

/4/

Dalam aliran waktu yang bercabang ke muara,

Sembunyikan rumus persamaan di dasar samudera

Sisakan riak-riak ombak pembawa mala.

Aku bukannya tak sadar, tapi telah lama kutinggalkan bahasa samudera

Sejak ibu membawaku membajak sawah bapak.

Kinipun kutak tahu lagi isyarat padi yang menunduk,

Semenjak bahasa tuan-tuan tanah gemerincingkan cuannya.

Hingga terus kuikuti arah suara, bawa kutersesat dalam belantara kebisingan

Bahkan ketika aksara tercipta dan bisingnya mulut berpindah menjadi melodi notifikasi

Mendengar suara jauh lebih mudah ketimbang mencari jejak asalnya, apalagi memahaminya.

Ikuti saja suara, gerakkan tubuh di atas irama gendangnya

Biarkan saja mereka yang berdiam diri, mungkin mereka sekadar berpura-pura tuli.Kutai Kartanegara, Juni 2022

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami