puisi

Olle-Ollang Pangeran

Olle-Ollang Pangeran Karya Hari Alfiyah   Mula-mula angin selatan membawa kabar perempuan merah Gilingwesi. Putri Sang Hyang Tunggal Medan Kamulan menyimpan bulan di perutnya. “Dan Ia harus dipenggal!”   Kesedihan meluap, menenggelamkan sang putri, melenyapkan doa suci. Di dadanya ombak belingsatan menghantarnya ke hutan kematian ke sisi laut yang tak kunjung sampai mencium daratan. “Inikah akhir …

Olle-Ollang Pangeran Read More »

Jejak Kesyahidan yang Esa

Jejak Kesyahidan yang Esa M. Arif Rahman Hakim /I/: Potret Tanah Thur. Telah bangkit seorang cahaya dari serat tanahmu. Dan serat tanah-Mu merendam cahaya itu dalam anggur-anggur cinta, lalu anggur-anggur lain lahir-menjamur dari cahaya tersebut. Hingga cahaya itu dihukum. /II/: Sejagat kitab-kitab telah ia darah-dagingkan. Namun betapa lelaki itu sadari, lautan miliknya adalah najis dan …

Jejak Kesyahidan yang Esa Read More »

Musim Timur di Jargaria

Musim Timur di Jargaria Shabrina Ws   Siapa yang bernyanyi di bawah langit kemarau? Burung-burung surga yang dilepas bidadari, katamu Cahaya berpendar dari sayap-sayap kuningnya berputar-putar, berloncatan   Siulan-siulan, nada-nada riang, melahirkan jalinan harmoni, merambati lorong rimba Jargaria, memanggil, mengundang, seumpama magi-magi putih   Musim timur, musim timur milik mereka yang mengepak dalam irama sama, …

Musim Timur di Jargaria Read More »

Gugusan Semut-Semut

Gugusan Semut-Semut Lisyanto   semut-semut lepas dari kungkungan sepi mafhum bahwa hidup harus berbagi   arak-arakan mereka begitu panjang mabuk rahasia anggur berjuang   setia mereka mengendus makanan nun jauh lalu berkerumun menjelma jembatan suramadu   yang lemah dipilah  berjalan di tengah-tengah yang gagah tersiar terengah-engah   di pundaknya nasib-nasib suam melintasi jalan terjal nan …

Gugusan Semut-Semut Read More »

Jakarta yang Lain

Jakarta yang Lain Muhammad Ade Putra   Ibu Sejak Jakarta menjadi Jakarta, yang kutahu hanya ibu. tukak telapak kaki menahan koyak dan lapar perut anak-anaknya.   Ibu pergi ke pinggir-pinggir kota dengan air mata mengirim banjir. ku ambil satu cerita dari sisa kantuknya. dari rumah-rumah, jalan beton dan proyek-proyek. dari hitam kuku ibu, bibirnya masih …

Jakarta yang Lain Read More »

PELANCONG KOTA TUA

PELANCONG KOTA TUA Budi Saputra     Telah ia sambangi ini kota menelusuri jejak tilas para meneer, Gerbang Amsterdam, serta jejak pribumi berbaju tikim bercelana pangsi. Sebuah bekas Bastion Culemborg, titik nol kilometer sebagai petunjuk shahih kapal-kapal dagang masa silam di Teluk Batavia.   Di tepian, hanyalah ia saksikan camar-camar menari sambil membayangkan sebuah kota …

PELANCONG KOTA TUA Read More »

Geometri dari Utara ke Selatan

Geometri dari Utara ke Selatan kepada Hokky Situngkir   Kurnia Effendi   Sebelum engkau menggambar bundar matahari Meyakini segitiga gunung, lengkung bulan sabit Tanggal muda, dan kelok sungai mengikuti jalan turun Apa yang kaukhayalkan, Nakecil?   Sebelum engkau terpukau pada tendangan pisang Pemain sepak bola ke gawang lawan, putaran tubuh Seorang balerina di panggung, bola …

Geometri dari Utara ke Selatan Read More »

Asta Bhuju’ Panaongan

Asta Bhuju' Panaongan Khairuz Zaman NT   Di rahim pasir, senapan penjajah mendongak ketika orang-orang berkerumun di samping asta tetua sambil membaca mantra dan mengaji di hadapan segara.   Perut bumi adalah pasir hamil membukit tempat pitarah disemayamkan doa-doa dibisikkan kepada telinga semesta yang menyimpan rahasia cuaca deras angin dan nujum masa depan.   Serdadu …

Asta Bhuju’ Panaongan Read More »

Hikayat Ramses II

Hikayat Ramses II Sapta Arif   /1/ Kami memilih lembar alang-alang cyperus papyrus terbaik, menyeset tulang daun, dan mengeringkannya di hadapan dewa matahari. Panas yang terik melelehkan isi kepala. Mengantar cerita Ramses yang Agung.   Di bawah siraman bulan, Ramses II berpeluh. 200 perempuan berpesta anggur—bergiliran, agung-agung, cinta yang agung. Laksana Dewa Ra yang mati-matian menjaga nama, …

Hikayat Ramses II Read More »

Kidung untuk Ishbierra

Kidung untuk Ishbierra Sapta Arif   /1/ —Sarajevo, 08-‘92 Sarajevo, malam belum padam tubuhmu lebur dihantam artileri. Keping ingatan menguar dari abu perpustakaan. Bulan genap di langkah delapan, tahun menggelap.   Seumpama, tubuhmu genizah yang megah. Mata zaman tak hendak berpaling.   Namun, biblioklas terlampau mahir. Mereka menyalangkan mata, dalam gelap, di tengah raung riuh …

Kidung untuk Ishbierra Read More »

Scroll to Top
× Hubungi kami