Ceto dan Peri Makanan

Ceto dan Peri Makanan

Oleh: Wylvera Windayana

Ceto adalah anak kurcaci yang manja dan pemalas. Ayahnya bernama Koli. Ceto biasa memanggilnya dengan sebutan Papa Koli. Ceto juga memiliki kebiasaan buruk. Ia tidak pernah menghabiskan makanan di piringnya. Sisa makanan itu selalu terbuang sia-sia.

Siang itu, Papa Koli membawa banyak roti gandum dan satu stoples selai stroberi. Ceto bergegas ingin menyantapnya. Ia meletakkan tiga tangkup roti gandum yang telah diolesi selai stroberi di atas piringnya. Setiap kali menggigit lapisan roti pertama, Ceto tidak menghabiskannya. Begitu seterusnya. Tiga tangkup roti itu tidak ada lagi yang utuh.

“Kalau kamu tidak berniat menghabiskan roti itu, mengapa mengambilnya sekaligus tiga tangkup, Ceto?” tegur Papa Koli.

“Tadinya aku merasa lapar sekali,” balas Ceto.

“Kalau saja roti itu bisa bicara, pasti mereka akan menangis karena kau sudah menyia-nyiakannya,” ujar Papa Koli lagi.

“Aku sudah kenyang,” balas Ceto lagi tanpa merasa bersalah.

Papa Koli terdiam. Ia tidak ingin melihat Ceto kesal. Sejak kecil, Ceto sudah ditinggal oleh ibunya. Papa Koli yang membesarkan Ceto dengan penuh kasih sayang. Itu sebabnya, Papa Koli tidak bisa benar-benar marah pada Ceto.

Malam harinya, Papa Koli kembali menyiapkan makanan.

“Papa masak apa?” tanya Ceto sambil mengelus-elus perutnya yang buncit.

“Sup jamur. Ayo, kita makan,” ajak Papa Koli sambil menghidangkan sup jamur hangat di atas meja makan.

Ceto menuangkan beberapa sendok sup jamur ke dalam mangkuknya.

“Jangan terlalu banyak, nanti tidak habis. Kalau kurang, kamu bisa mengambilnya lagi,” ujar Papa Koli mengingatkan Ceto.

“Aku pasti menghabiskannya,” sela Ceto.

Tidak sampai sepuluh suap, Ceto mulai terengah-engah. Ia tidak sanggup lagi menghabiskan sisa sup jamur di mangkuknya.

“Nah, apa Papa bilang,” ujar Papa Koli.

“Aku sudah tidak kuat menghabiskan sup jamur ini. Aku mau tidur saja,” balas Ceto santai. Papa Koli lagi-lagi menghela napasnya. Ia terpaksa membuang sisa sup jamur dari piring Ceto.

Suatu pagi, Papa Koli harus ke kota. Ada pekerjaan yang ingin diselesaikannya.

“Ceto, pagi ini Papa harus ke kota,” ujar Papa Koli sambil bersiap-siap berangkat. Ceto hanya mengangguk.

Sesaat setelah itu, Papa Koli pun pergi. Tinggallah Ceto sendiri di rumahnya. Ceto tidak sadar kalau pagi itu Papa Koli lupa menyiapkan sarapan untuknya. Ceto bergegas ke dapur. Ia mencari-cari makanan yang tersisa. Ceto tidak menemukan apa-apa.

Ceto gelisah. Perutnya mulai terasa lapar. Ceto berusaha menahan rasa laparnya. Hingga menjelang siang perut Ceto semakin melilit. Ceto sudah menghabiskan satu teko air putih. Bukannya kenyang, sekarang perut Ceto malah kembung dan nyeri.

“Aduuuh … perutku sakit. Mengapa Papa tidak meninggalkan makanan untukku? Huuu …,” isak Ceto sambil memegangi perutnya.

Rasa lapar dan nyeri di perut Ceto semakin menjadi-jadi. Sementara hari mulai gelap, Papa Koli belum juga kembali dari kota.

“Aaarrgh … urrgh … heeeggh … to … tolong!” erang Ceto sambil menekan-nekan perutnya. Muka Ceto pucat menahan rasa sakit.

Karena tidak kuat menahan nyeri di perutnya, Ceto akhirnya tertidur di atas dipan kayu. Saat Ceto mulai terlelap, ada suara yang membangunkannya.

“Bangunlah, Ceto,” ujar suara itu.

Ceto membuka matanya perlahan. Ia terkejut melihat makhluk bersayap berdiri di samping dipan kayu.

“Si … siapa kamu?” ujar Ceto tertahan.

“Aku Peri Makanan!” jawab Peri itu lantang.

“Haaah! Peri Makanan? Kamu membawakan makanan untukku?” tanya Ceto berharap.

“Tidak!” jawab Peri Makanan ketus.

Ceto memegangi perutnya. Rasa nyeri itu kembali menyerangnya.

“Lalu, mau apa kamu ke sini?!” tanya Ceto kesal.

“Kamu lihat ini?” tanya Peri Makanan itu menatap marah ke arah Ceto. “Ini sisa-sisa makananmu yang sudah kamu sia-siakan. Mereka marah karena kamu sudah menelantarkannya,” kata Peri Makanan membuat Ceto merasa malu dan merasa bersalah.

Ceto memandangi kantong plastik berukuran besar yang dibawa Peri Makanan. Matanya berkaca-kaca menatap sisa-sisa makanan di dalam kantong plastik itu.

“Sekarang kamu tahu bagaimana rasanya kelaparan?” tanya Peri Makanan lagi.

“Ma … maafkan aku. A … aku janji, tidak akan membuang-buang makananku lagi,” ujar Ceto terisak sambil tetap memegangi perutnya yang semakin nyeri.

“Benar kamu mau berjanji?” tanya Peri Makanan itu lagi tidak yakin.

“I … iya, aku berjanji. Kamu bisa mengawasiku,” jawab Ceto sungguh-sungguh.

“Baiklah,” ujar Peri Makanan lalu pergi meninggalkan Ceto yang masih menahan sakit perutnya.

Setelah Peri Makanan pergi, Ceto kembali menangis. Ia sangat menyesali perbuatannya selama ini.

“Ceto … Papa pulang!” tiba-tiba pintu terbuka dan Papa Koli muncul.

“Papaaa…!” Ceto segera berlari menyambut Papa Koli dan memeluk erat ayahnya.

“Maafkan Ceto, Papa! Selama ini aku sering menyisakan makanan,” isak Ceto.

Papa Koli mengelus kepala Ceto, kemudian menggandeng tangan Ceto menuju meja makan. Papa Koli membuka kotak makanan yang ia bawa. Isinya kue bolu jamur.

“Makanlah dan jangan lupa bersyukur!” Ceko mengangguk, lalu mengambil sepotong dan memakan kue bolu jamur sampai habis. Ia tidak mau menyisakan makanan lagi.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami