Aku Ingin Tahu Seberapa Bisa Aku Melepaskan Hubbud Dunya
“Cinta dunia adalah pangkalnya semua kesalahan” —(Jaami’ul ‘uluum III/203)
1.
Sejauh apa langkah sanggup mengudar jerat hubbud dunya?
Suguhan fana itu, dijahit syahwat dengan benang ambisi-harta-tahta. Hentakan hidup terus membuatku mubtadi’ fi talabil dunya, meski lazzah dikecap sempurna.
Dunia adalah tarikan kawat, ia mencengkeram kuat seperti jerat tak kasat mata melilit tubuh, menyisakan jejak, merupa tumpukan dinar tanpa ruh—kilauan logam rolex, hisab tak barakah,
dan nafsu al-ammaarah.
2.
Di puncak zuhud, semua terasa hampa. Denyut takdir mengalir, seperti derasnya Nil, sementara ghurur kian mendidih. Aku pisahkan ia dari duniawi, seperti mencabut akar yang menghunjam ke dasar nafsi.
3.
Langit pada hari-hari setelahnya begitu kelabu; segala hal di dunia menjauh, meninggalkan kesunyian yang menyesakkan,
“Untuk apa segala ini?”
4.
Tubuh ini layaknya biduk kehilangan kompas, hanyut dalam laut kefasikan, sepertimana baginda Rasulullah yang senantiasa tabah di tengah bala’ al-hayah. Air mata adalah butir-butir ghaflah: perlahan larut dalam bahrut taubah wa dzikrillah.
5.
Di lubuk muhasabah, aku menyadari: hati penuh riya' dan ujub perlahan meluruh, menyisakan ruang hampa yang tahir—seperti fuad yang di-nirmala-kan dari kemalaman cendala, menyubuhkkan biji-biji tawadhu’ dalam kebeningan kalbu.
6
Air mata menjadi karib. Satu tetesnya sarat penyesalan, tetes lain penuh doa. Raja' mengalir bersama satu tetes, sementara rindu bertahan di tetes lainnya. Saat nama-Mu kusebut, air mata memecah kesunyian—berderai bak hujan menghunjam tanah tuarang, menyuburkan syukrul ni’mah yang gersang di relung jiwa.
“Inikah cara-Mu menandakan kepulangan?”
7.
Aku melangkah dalam kesunyian; asar ku larut dalam debu, tanpa sempat dikenang. Aku melepaskan, bukan karena menyerah, tetapi dalam kesunyian itu, kutemukan faraagh an naas—sakinah yang membawaku pulang menuju ithmi’nan al-qalb dan tawajjah.
Dalam lirih retakan hati, kuingat sabda Rasulullah yang menggetarkan fu’adun khashi’: “Siapa yang begitu gila dengan dunianya, maka itu akan memudaratkan akhiratnya. Siapa yang begitu cinta akhiratnya, maka itu akan mengurangi kecintaannya pada dunia. Dahulukanlah negeri yang akan kekal abadi (akhirat) dari negeri yang akan fana (dunia).” –HR. Ahmad
8.
“Apakah cukup melepaskan dunia ini
untuk mendekati keberadaan-Mu?”
—Selepas kajian
Masjid Nurul Iman, 2024
Glosarium:
- Hubbun dunya: cinta terhadap dunia
- Adh-dhahab: emas/logam mulia
- Lazzah: kenikmatan sementara
- Barakah: keberkahan
- Nafsu al-ammaarah: nafsu yang mendorong kepada keburukan
- Mubtadi’ fi talabil dunya: terus-menerus memulai dalam pencarian duniawi
- Ghaflah: kelalaian/lupa
- Riya: menunjukkan amal perbuatan kepada orang lain
- Ujub: perasaan bangga atau kagum ke diri sendiri
- Bala’ al-haya: ujian yang menguji keteguhan iman
- Bahrut taubah wa dzikrillah: tobat dan zikir kepada Allah
- Raja’: harapan
- Sakinah: kedamaian
- Ithmi’nan al-qalb: ketenangan hati
- Faraagh an naas: kehampaan jiwa/kekosongan batin
- Tawajjah: berfokus atau mengarahkan hati dan diri kepada Allah
- Muhasabah: introspeksi diri
- Tahir: bersih atau suci dari kotoran
- Syukrul ni’mah: syukur atas nikmat
- Fu’adun khashi’: hati yang penuh kekhusyukan karena cinta kepada Allah
- Zuhud: meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat
- Ghurur: tipuan
Baca Lebih Banyak