Kabar-Kabar dari Kota Kami
-Kepada Sri-
lihat wajah malam kota kami, Sri
seperti perempuan tua
yang kehilangan tongkatnya
terus mengomel tentang warna gedung
yang tak berubah. Tidak ada cinta
tidak ada kita
cinta itu dongeng, ketawa itu fantasi
dengarlah, suara fals pengamen
lagunya membosankan seperti lampu jalan
orang-orang bernyanyi tentang negeri
dua musim
pertemuan segala hal yang baik
perjamuan semua yang istimewa
khatulistiwa. Gemahripah
sawah-sawah
mereka terus menyamar jadi orang suku
yang suka menembus dingin
ada orang yang mati lagi di sana
jasadnya belum ketemu
jasad itu tak pernah ditemukan
sewaktu waktu berganti telaga
tidak ada sawah-sawah, tidak ada perjamuan
kemudian pada malam-malam neraka
beberapa masih menunggu keajaiban
siapa tahu dari mulutnya yang berbau
minuman keras, menjadi kabut
dan sudi melompati kamarmu yang
megah
jalan jalan terus menyempit
halaman mereka semakin luas
bulan membakar kalender kusam
jangan heran, dunia telah lama
kehilangan marwahnya
kau tahu, Sri. Mungkin sebenarnya hujan
bukan pertanda baik
setiap alam beresonansi sejak purba
dibunyikannya sebagai alarm kecil-kecil
diganggunya sela breaking news
itu tak lebih amarah dari sebuah gambar
yang kau takuti itu
cerobong hitam, burung-burung gereja
mengundang pekikan lemah iklan layanan
kau ingat deklamasi indah itu dulu, Sri
aku memasangnya samping baliho calon
kepala kota
demi Tuhan, apa menurutmu hujan hanya
sekumpulan katarsis
kita semakin kehabisan rel kereta
para pelacur berderet dengan mata kelinci
selamat malam Tuhan
malam ini tidak ada doa!
2024
Baca Lebih Banyak