Mursal
sebermula adalah laut. naik ke langit
jadi awan mendung. remaja putih pergi ke kota
bertemu hidup seutuhnya. asing dari segala
yang pernah menyebut namanya
hujan jatuh di kota itu. hinggap di jalan raya
diam di kepalanya. ia baru saja membunuh
orang lain dalam dirinya. orang baik yang mati muda
hujan membasahi mayat lelaki itu. menguburnya dalam dekapan beku
ia rayakan kematian itu dengan pesta
meneguk berbotol-botol vodka dan cinta
jelajahi malam dengan mabuk paling panjang
ia bermalam di tubuh wanita. wanita bergumam,
“tubuhmu warna-warni sekali.” ia menyadari dirinya kini
ini pesta kesekian. ia teguk botol ketiga
air di botol tersedu. wajah ayah dan ibu tenggelam di botol itu
minta maaf dan tolong padanya
“sepertinya aku terlalu teler malam ini.”
nyaring suara azan membangunkannya
dari pesta. ia ketakutan. mencari sumber
air di segala penjuru kota. naas, tak ada
air wudu enggan maujud di hadapannya
matanya menangis. ia pun wudhu dengan
air mata. sial! air matanya tidak suci dan menyucikan
ia jatuh, lebam, dan biru
di bawah lampu merah
semua kendaraan pulang ke rumah
jalan itu sunyi. ia sendiri
ada yang bersuara di hatinya
menimang pulang dan ninabobo damai
“Aku tidak membencimu dan tidak pula meninggalkanmu sendiri1.”
hujan di kepalanya meledak. ia mandi hujan
air hujan membersihkan tubuhnya. membawa kotorannya luruh ke selokan
di selokan itu, kotorannya bertemu dengan sampah, najis, dan limbah
air terus membawa mereka berjalan. melewati aliran pembuangan kota
mengikuti sungai yang amat panjang airnya. kembali ke laut sebagai
sedia kala; suci
1Al-Qur’an, surah Ad-Dhuha, ayat 3
Baca Lebih Banyak