blog

Novia Rika Perwitasari

Puisi 05 Jan 2025

Pesta Raya

 

Asap mengepul dari panci yang dijilat-jilat api. 

Berpuluh-puluh panci siap berpesta

Air dijerang, sayur dirajang, bumbu dicincang

Bahan terbaik dicabut dari tanah pegunungan seberang samudera,

bahan langka di kebun belakang

Irisan daun bawang mengumbar warna,

wangi ginseng menebar aroma,

bawang putih pelezat rasa

Penggugah nafsu yang fana

 

Di dalam aula, sang tuan rumah berkaca

pada kristal-kristal yang membalas nakal kedipan mata

Mengagumi kesempurnaan hidup sembari membenahi jas dan dasinya

Menunggu tamu-tamu memandangnya bangga

 

Meja-meja ditata dengan aksen Eropa

Piring kristal dan sendok baja diselimut pita

Mahkota lettuce mekar bagai putri negeri es

Tomat merona di pinggir-pinggir sajian pembuka

Black truffle, foie gras dan keju

Di ujung lidah pesta tiba di menu utama

Honey glazed chicken, roasted lamb dan

beef with balsamic cream sauce

Terjang aroma di celah-celah dapur

Mencari mangsa

Berbaris masuk ke meja-meja

Menggeliat menjerat nafsu

 

Tamu-tamu kegirangan

Tuan rumah kembang kempis hidungnya

Seorang tamu menunduk di dadanya

Berdoa atas nikmat Sang Kuasa

Tiba-tiba daging di hadapannya terkelupas

Daging merah tersayat mengalirkan darah beku

Dan aroma busuk menusuk setajam pisau

Kilau sempurna hidangan istimewa

Berubah jadi kepala-kepala babi

Dan tikus-tikus bersisik

Yang berliur dan mengeluarkan nanah dari matanya

 

Tak ada yang melihat selain tamu yang membawa doa itu

Tubuhnya mendadak sekeras batu, mual seketika

Aneh, tak ada yang melihat apa yang ia lihat

di balik daging-daging itu

Wajah cantik dan tampan mengikhlaskan bibirnya

melumat daging-daging busuk

Lalu tertawa, lalu minum, lalu makan lagi

 

Tamu itu gemetar kakinya

Lalu memaksa pergi sebelum waktunya

Tak akan ada yang percaya, bisik kengerian di matanya

Semua tamu pulang dengan perut menggendut

Mengantongi daging-daging busuk di perutnya

Sang tuan rumah terkesima pada dirinya

Hingga tamu terakhir mengucapkan salam perpisahan

Lalu ia menutup pintu rumahnya, penuh kemenangan

 

Malam itu ia kembali menyusun rencana

Dari berkas-berkas yang menanti tandatangan

Beserta amplop-amplop gemuk

Menjarah uang haram yang mengalir di seluruh negeri

Melalui senyum dan kalimat manis

Yang munafik di ulu hatinya

Maka ia kumpulkan manusia-manusia setengah dewa

Menjadi sekutunya

Dengan berbagai agenda pesta yang akan membungkam mulut mereka

Malam itu ia tertawa dalam tidurnya, dalam mimpinya

 

Tak pernah ia tahu atau peduli

Di sudut gelap rumah yang ia jarah diam-diam

Satu persatu jiwa mati di ujung jalan

Dimakan kemiskinan yang melekat semakin dalam

Malam itu pesta datang lagi dalam mimpinya

Di atas kematian

Dan bayang kengerian di wajah

orang yang tahu tipu muslihatnya

Tapi tak mampu berbuat apa-apa

Baca Lebih Banyak

Puisi

blog

Rosalia S. Omega Pitaloka

Kelahiran Peta Kematian

Puisi

blog

Darwanto

Ode Hutan Tropis

Puisi

blog

Fisabella Ayuning Putri Utami

Memeluk Dermaga

Puisi

blog

Ade Kurniawan

Sketsa Kematian Bapak

Puisi

blog

Keisha Hendrikchan

Hujan

Puisi

blog

Safinah Zahroh

Tetesan Sungai ‘Adn

Puisi

blog

Eva Listia

Kota Ibu

Puisi

blog

Salwa Maulida

PARASIT

Puisi

blog

Mutia Nasution

Corona Masih Jauh

Puisi

blog

Ratih Mukhtar

Kebahagiaan di Ruang Guru