Oleh: Ridha Kusmawardiningrum
lampu-lampu kota menyusun kita
yang seharian kejang dikejar waktu
yang tak pernah sampai. manusia sibuk
beranjak hingga lupa berpijak. manusia,
sekali lagi memang keras kepala perihal
hidup dan cinta.
malam ini, acap kali perasaan mengguguri musim,
membiarkan sesuatu pecah pada yang bukan kaca.
kekasih, bolehkah kita menonton film sedih untuk
sejenak melupakan kesedihan kita dan menangisi
kesedihan yang lain?
seekor monster laut demam di atas kepalaku,
bayi gemas yang gemar melipat waktu,
dan hal-hal mustahil lainnya yang bukan tentang
kau dan aku.
kau; biru. yang telanjang. terlentang. di mataku.
resah dan gelisah. kekasih, jika sepasang debar
dalam dadamu tidak pernah selesai menjelaskan kita.
lantas mengapa aku selalu jatuh pada tempat yang sama?
aku ingin; mengajakmu kencan menaiki sampan
terbang ke bulan. di langit, aku mengecup takdir baik
yang kelak menakrifkan cinta
—yang kau bawa jatuh.