Kericuhan Di Hotel Pollar

Kericuhan Di Hotel Pollar

Oleh: Hamidah Jauhary

“Selamat datang di Hotel Pollar!” Pak Berry Pollar, si beruang kutub, menyambut dengan ramah kambing gunung yang baru masuk.

“Siapa nama Anda, Pak?” tanya Bu Bertha Pollar sambil mengisi daftar tamu.

“Gotty Goat,” jawab si kambing gunung. “Aku minta kamar yang hangat ya, dengan banyak rumput.”

“Baik. Segera, Pak,” jawab Bu Bertha.

Bu Bertha lalu memanggil Picco si penguin dan Snufi si singa laut.

“Picco, antarkan Pak Gotty ke kamar nomor 341 ya,” ujar Bu Bertha kemudian.

Picco mengangguk. Picco dan Snufi lalu membawa barang bawaan Pak Gotty dan menuntunnya menuju lift.

“Semoga hari Anda menyenangkan,” seru Pak Berry.

Setelah Pak Gotty menghilang di balik lift, Pak Berry dan Bu Bertha kembali menyelesaikan pekerjaan mereka. Meja informasi sudah rapi, tinggal daftar pesanan para tamu yang harus diantar.

Hari ini mereka memang terlihat lebih sibuk dari biasanya. Itu karena cuaca hari ini bertambah dingin dan salju turun dengan lebat. Mungkin karena itu para binatang memutuskan untuk menginap di hotel untuk menghangatkan diri.

Hotel Pollar memang dibangun oleh Pak Berry dan Bertha Pollar di kutub utara yang penuh dengan salju. Mereka ingin agar para binatang yang sedang berjalan-jalan ke kutub ataupun yang tersesat bisa menemukan tempat yang nyaman untuk singgah.

Hotel Pollar menyediakan berbagai macam kamar. Ada kamar yang dingin, khusus untuk para binatang kutub. Ada pula kamar yang hangat dengan berbagai jenis tanaman tropis, khusus untuk binatang yang berasal dari luar kutub. Makanan yang disajikan pun bermacam-macam. Ada ikan untuk para binatang kutub, ada pula berbagai jenis sayuran dan buah. Untungnya, Pak dan Bu Pollar dibantu para penguin dan singa laut dalam mengurus hotel. Jadi mereka tidak terlalu kerepotan.

“Gawat, Pak Berry,” seru Pingu, adik Picco. “Tanaman dari hutan tropis kita banyak yang rusak. Banyak daun yang berlubang. Ada 3 kamar yang rusak, termasuk kamar yang akan ditempati Pak Gotty.”

“Apa? Bagaimana bisa?” Pak Berry berseru heran.

“Aku tidak tahu,” Pingu menggeleng. “Tadi Kak Picco sedang mencoba mencari tahu.”

“Baiklah, ayo kita ke sana membantu Picco.”

Pingu, Pak Berry, dan Bu Bertha bergegas menuju lantai tempat kamar hutan tropis. Di sana mereka mendapati Picco dan Snufi yang sedang kebingungan.

“Kalian masih belum tahu penyebabnya?” tanya Pak Berry.

Picco dan Snufi menggeleng.

“Bagaimana ini Pak Berry? Kalau begini, aku merasa tidak nyaman,” keluh Pak Gotty.

“Iya,” sahut Pak Zebbi Zebra dari kamar 342. “Aku baru pergi selama setengah hari tapi daun tanaman yang kupesan sudah banyak yang berlubang.”

Bu Deera Rusa dari kamar 340 pun menyahut setuju.

“Harap tenang dulu,” jawab Pak Berry. “Biar aku coba menyelidikinya.”

Pak Berry memasuki satu per satu kamar hutan tropis. Memang benar, hanya ada 3 kamar yang tanamannya rusak. Tapi… ada yang aneh dengan tanaman-tanaman itu. Sepertinya bekas digigit sesuatu.

Kress … kress … kress …

Bunyi apa itu? Meskipun samar, tapi Pak Berry mendengar suara aneh dari kamar 343 yang baru akan diselidikinya.

Pak Berry memasuki kamar itu dan mulai melihat sekeliling. Sementara mencari, otaknya mulai bekerja. Ia ingat semuanya masih baik-baik saja kemarin, sampai …

Oh, iya! Ia ingat sekarang! Pak Berry tahu siapa penyebab semua ini.

Kress … kress … kress …

Aha! Bunyi itu lagi!

Suaranya berasal dari tanaman mawar di pojok kiri kamar.

Pak Berry mendekat. Ternyata benar tebakan Pak Berry. Mereka adalah keluarga Pak Caterpil, keluarga ulat!

“Apa sudah ketemu, Pak?” Bu Bertha melongokkan kepala di pintu.

“Sudah,” Pak Berry mengangguk.

Mendengar itu, semua bergegas mendatangi Pak Berry.

“Ah, aku mengerti. Ternyata keluarga Pak Caterpil penyebab segala kericuhan ini,” sahut Picco.

“Memang ada apa?” Pak Caterpil tidak mengerti kenapa para binatang berkumpul. Bu Caterpil dan kesepuluh anak ulat mereka pun bergabung.

“Tiga kamar tropis rusak tanamannya, Pak,” lapor Pingu. “Apa keluarga Bapak penyebabnya?”

“Ah, maaf,” Pak Caterpil menunduk malu.”Itu ulah anak-anakku. Sudah kuberitahu mereka agar makan yang ada di kamar ini saja. Tapi rupanya mereka masih lapar.”

“Maafkan kami,” sahut salah satu anak ulat. “Tadi kami masuk lewat celah pintu. Karena kamar-kamar itu kosong, jadi kami pikir tidak masalah kalau kami memakannya.”

“Begini saja,” Pak Berry punya ide. “Kebetulan kami memang sudah memesan tanaman baru. Kami akan menambah pesanan tanaman kami agar kalian bisa makan sepuasnya. Tapi tolong jangan makan yang ada di kamar tamu lain.”

“Baik. Terima kasih banyak, Pak Berry,” ucap Pak Caterpil senang. “Kali ini akan kupastikan anak-anak tidak mengganggu tanaman di kamar lain.”

Semua yang hadir lega mendengarnya. Mereka senang karena masalah hari ini bisa diselesaikan dengan baik.

*****

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami