Karya: M. Habib Syafa’at
di dapur, ibu menaksir hendak memasak apa.
getir menyaksikan meja penghidangan berdebu
di telapak kakinya.
di telapak kakinya, anak-anak
piatu memohon segera dijamu.
biarlah muspra, tetap digenggamgemetarnya janji seorang bapak
yang akan pulang, menggiring tangan-tangan utusan itu kembali.
tangan-tangan yang—di masa lalu—membantunya menyuguhkan
rimba pengakuan, nyalang kepundan-kepundan kesaksian,
pula—barangkali, baru ia sadari—lembah pengkhianatan
ke meja itu.
baru ia sadari, kealpaan samudra penebusan
di meja itu.
“batilkah, surga diganjar sungsang, apabila
kugenapkan ritus penghambaanku?”
ibu mengaminkan penghakimannya;
membenamkan satu per satu
sisa potongan tubuh
ke dalam periuknya.
Bojonegoro, 2022