Olle-Ollang Pangeran

Olle-Ollang Pangeran

Karya Hari Alfiyah

 

Mula-mula angin selatan membawa kabar perempuan merah Gilingwesi.

Putri Sang Hyang Tunggal Medan Kamulan menyimpan bulan di perutnya.

“Dan Ia harus dipenggal!”

 

Kesedihan meluap, menenggelamkan sang putri, melenyapkan doa suci.

Di dadanya ombak belingsatan menghantarnya ke hutan kematian

ke sisi laut yang tak kunjung sampai mencium daratan.

“Inikah akhir perjalananku?”

 

Pranggulang menjatuhkan air mata dari pedangnya.

Tak sanggup menolak kembali detak jantungnya sendiri

tak kuasa menahan nyeri di seluruh diri.

 

Pranggulang melepas pedang dan zirah agungnya

pada tubuh kuning itu diikatkan poleng

sepenuhnya ia menjadi abdi diri sendiri

sepenuhnya ia rela menyulam getir ke getir demi sang putri.

 

“Raden Ayu, kau harus pergi ke pulau jauh!”

Dengan rakit seadanya Pranggulang melarungkan putri kelautan

dibantu ikan-ikan.

 

Olle-ollang paraona alajere, nembus betes kata’pastean sebedeh

Rakit tidak pernah melawan ombak

rakit mendekapnya sebagai teman

Putri tenang di lautan bersama ikan-ikan.

Dan bulan diperutnya keluar pada malam yang sakral.

Malam di saat tukang tanam menatap bintang waluku terang bercahaya.

 

Dalam balut sarung Pangeran Segara memijar.

 

Untuk merayakan kelahiran, ikan-ikan melompat tinggi

dan sejak itu mereka juga punya paru-paru.

Dengan kecepatan lebih mereka mendorong rakit

menuju tanah yang tidak sesungguhnya.

Pangeran diselimuti sarung, dilindungi dari kabung.

 

Madu Ara kampung halaman para pelayar yang pandai mencuri hati ikan-ikan

olle-ollang abadi sebagai jalan hidup yang tajam.

Pangeran Segara mengembangkan sarung di tiang-tiang sampan.

 

O mun ajelling odi’na oreng madura

A bental omba’ sapo’ angin salanjenga

Majelen are sabedenah, ma mera ate saterrossa

Hidup adalah ujung jarum

Dan aku harus pintar menyulam benang tarekat pengikat sataretanan

Madura lahir di lautan untuk saling tangguh memberi ciuman.

 

Dan waktu tak pernah membeku, waktu memiliki caranya sendiri

menyamarkan olle-ollang menjadi kepergian yang lupa jalan pulang

a bental omba’ sapo’ angin jadi sekadar ingatan yang tumbuh untuk dilupakan.

Dan kini doa-doa menggelinding ke kota jauh yang seolah adalah nubuat perubahan

yang diwariskan sebagai cinta hijau yang tidak boleh dilupakan.

 

O Pangeran. Olle-ollang telah patah.

 

Annuqayah, 2023 M.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami