Oleh: Yuditeha
orang-orang dewasa yang arogan
telah menandai tawa
sebagai cakar memanjang
yang kekelamannya meruangi langit
sementara kau hanya punya kesaktian
alami berwarna jambon
di ufuk cakrawala kelu
tempat di mana kau menampung riuh
dan segala luka yang berhiaskan luh
cita-cita pelangi yang kau amini
ingin memakai warna abu-abu
agar terhindar dari bahaya laknat
karena membandingkan tragedi yang
tak mau mundur dari kancah kerabat
lantas kau tak pernah mendapat izin
ke mana akan melarung
kisah benci yang sempurna
dan kau tak pernah diberitahu
semerbak bunga kekasih
ternyata tertinggal di bangku angkuh
selain itu kau juga belum mengerti
jenis kecaman macam apa yang
akan muncul hingga tangan saling
menikam punggung
dengan lidah yang bisa
membuat jantung terbelah
kau tak pernah mau jika kenangan
mati di tengah jalan ketika mereka
sedang tidak mengerti bagaimana
caranya melunasi utang zaman
meskipun sesungguhnya kau punya mulut
yang bisa mengabarkan kebisuan
tentang cara jitu terlepas dari tragedi hari sial
namun matahari sering murung dan
mengiba jenis warna derita
: dari mana datangnya
gigil di ingatan yang selalu ingin
melumpuhkan mulut?
kau hanya bisa membicarakannya
dengan pelan-pelan
perihal buah dan pohon
yang terpaksa mereka ceraikan dalam
acara perundungan kepada orang-orang
yang tersingkir.
Karanganyar, 2021