Oleh: Putri M. A. Erline
Pada kertas beringsut putih
sejarah mengabarkan tata cara
cawan emas menurunkan tahta
ke meja-meja kayu
atau tikar
sederhana.
Kepul asap membawa pulang
hasil tambang, buah dan ikan.
Kini, deru mengubur asap.
Peron-peron berubah warna
mencangking sisa-sisa keringat
yang dibawa kepikunan.
Dulu, kau tak akan lihat
bagaimana hati membiru
saat sinyal terputus-putus.
Atau bagaimana air mata
mudah diperjualbelikan.
Tidak. Tidak. Ini langit yang sama
tempat Megalodon atau Coelacanth
atau lainnya. Ini masih di planet ketiga tata surya
saat mangsa dan pemangsa
saling mendaratkan
kepunahan-kepunahan.
Puisinya bagus. Saya menikmati sekali. Bagaimana perubahan yang terjadi bergitu cepat, kita kehilangan arah untuk diam dan berefleksi soal hidup.