Oleh: Ilham Nuryadi Akbar
sementara malam masih memilin-milin dingin
seorang perempuan terus menangis sampai mampus
menyumpahi angin yang mencambuk-cambuk tubuhnya
terisi penuh oleh lengang paling sempurna
bahkan di tengah bulan yang belum padam
dengan penuh sesenggukan ia beringsut untuk menekuri kaki langit
meraba-raba tempat yang paling ia ingat
entah itu sehasta, sedepa, sekilan atau sedekat ingatan
sebagaimana ia dan jantung hatinya pernah terkinja-kinja bermain kecipak hujan
namun yang ia temui hanya tanah merah dan epitaf di tubuh nisan
juga setumpuk kesedihan yang membuat ia sadar
bahwa yang dahulu ia timang-timang
telah berada dipelukan Tuhan
Bekasi, 06 April 2022