oleh: I. R. Zamzami
seutas cahaya tumpah
di pundak gedung—
berkali-kali ia takjub
dan gugup—tiap kali
ada yang meletup
dari jauh ia mendengar
jerit tetangganya—dijarahi
batu&peluru—bocor&berdarah—tetapi
ia tak mengerti mengapa itu darah
ia hanya mengerti—kakek-neneknya
mati setelah seorang laskar
melukisnya dengan senjata
dan terlampir duka
di hari setelahnya
ia menyalahkan kota—dan
merutuki Tuhan sejadi-jadinya—bajunya
koyak-moyak&kulitnya bau peledak—
ia terjebak di tanah kelahirannya
satu-satunya yang dipunya—hanyalah
seberkas polaroid masa kecilnya saat
berusia dua tahun—usia yang tak lebih panjang
dari perang sengketa yang terjadi bertahun-tahun.
Bogor, 4 April 2022.