Oleh: Ilham Rabbani
“Kau hanya tahu: tak ada
yang dibentangkan lengkung langit
selain cuaca buruk jelang penghabisan;
lalu jauh, jauh sekali, juga tak ada
yang didirikan oleh daratan
selain aral melintang
dan sisa-sisa detak
pelabuhan di Kayangan—
kapal-kapal pun
bergerak ke Ampenan.”
Di sini, kau (masih) coba membaca
juga menerabas kabut, sembari
hati-hati menjejaki tanah
yang mengerut.
Kau hanya tahu—dan seterusnya—
kau hanya tahu: sebelum meriam
dan gelombang makin mendesak kita
ke pedalaman, aroma tinta
dan kata-kata leluasa bersanggama
di antara amis ikan arah Gowa
dan Sumbawa.
Riuh di barat
telah menahan angin
sampai pada kita: para nakhoda
menghapus satu nama dari peta—
perang melecut di darat,
lalu di Kayangan, lalu di Kayangan,
geladak kapal tua, pelan-pelan
karam-menyentuh karang.
“Kau hanya tahu: kapal-kapal pun
bergerak ke Ampenan, kapal-kapal pun
menghapus kita
dari peta.”
Praya–Yogya, 2020–2021