Simfoni Perayaan Hari Minggu dan Penguburan Puisi Hari Itu

Oleh: Sherlynn Yuwono

maka, bernyanyilah ia menembus zaman, berisikan lagu-lagu serta puisi-puisi untuk adiknya sendiri. sebab muncullah sebuah pertanyaan; apakah hari minggu begitu suci, sehingga bumi mendengar sedikit dari percakapan kita? akankah hari minggu menjadi kelabu, sehingga bintang enggan bertemu dengan kita? 

/1/

pada mulanya, hari minggu bersenandung tentang beberapa catatan sejarah

sedalam lautan di bawah sana, seabadi bintang di atas sana

(setiap hari, dia duduk di sana, menjual barang-barang sehari-hari kepada para pelanggan yang lewat. namun, sedikit yang tahu bahwa mahkota yang ia pajang di meja dagangnya adalah simbol dari dunia biasa dan yang ilahi.)

/2/

untuk simfoni perayaan ini, hari minggu menuliskan lagu kepada burung-burung robin dan camar

huruf demi huruf, terbatas oleh waktu, mengetik sendiri di luar nalar pikiran seorang pemuja

memeluk kabel, listrik, keemasan di antara alunan air, sedikit demi sedikit meraba ketikan,terkurung dari rasa yang sempat ada

(mereka berbisik kepada langit, berharap agar kembali menjadi milik manusia. tapi untuk simfoni perayaan hari minggu, setiap lagu adalah doa terakhir seorang ibu, perlahan lahir kembali di dunia sebagai karya tanpa kenal waktu.)

/3/

ketika itu, saat itu, kata-kata itu, bentuk kota itu, hari minggu tidak kenal dengan istilah “sendirian”. ia tetap menulis, melukis, murni dari hati. katanya, setiap perkataan yang lahir dari hati tentunya akan sampai ke hati juga.

sebab muncullah sebuah pertanyaan; apakah hari minggu begitu suci, sehingga bumi mendengar sedikit dari percakapan kita? akankah hari minggu menjadi kelabu, sehingga bintang enggan bertemu dengan kita? 

(khayalan ini bertautan, tak kenal umur dan waktu. jarum jam menunjukkan angka dua, mungkin tiga hingga sebagainya. arti yang terhilang di lautan tak berujung, hari minggu tidak lagi berpuisi tentang waktu.)

maka, bernyanyilah ia menembus zaman, berisikan lagu-lagu serta puisi-puisi untuk adiknya sendiri. sebab muncullah sebuah pertanyaan; apakah hari minggu begitu suci, sehingga bumi mendengar sedikit dari percakapan kita? akankah hari minggu menjadi kelabu, sehingga bintang enggan bertemu dengan kita? 

penguburan puisi ini telah berakhir, menjadi cinta yang kelak jatuh di keesokan harinya.Surabaya, 26 April 2024.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami