TAWAKAL BURUNG GEREJA

Oleh: Ibrahim Rasyid Zamzami

seekor induk gereja melatah linglung di atas sangkar yang terapit

dua batang pohon mangga. bergetar dingin bulu-bulunya;

menahan laju angin yang mengembuskan bulir-bulir musim.

sabtu pagi, kerikil menimbun jalan; hujan berserakan; menyusup ke ubun-ubunnya yang berjambul. rentang waktu bergilir, telur-telur menetas dini, seusai dua belas hari lamanya dierami. lagi-lagi air mata selalu sulit ditafsirkan. anak-anak bersiul kelaparan, sedang sang induk masih menanti jantan berpulang.

dicarinya daun-daun; melintasi pematang sawah; mematuk kandungan padi yang belum genap berusia. kaleng-kaleng berbatu berdentang; teperdaya tali-temali nun bergetar diguncangkan petani yang menjerit-jerit.

perutnya memerih; anak-anaknya merintih. cacing-cacing tak muncul; tanah kian mengering; mata air tersegel terik cuaca.

sepasang tapak mungilnya melepuh; memekik keras di atas batu-batu menyuluh panas ke paruhnya yang juga kerdil.

diilawatnya ranting-ranting renyah; menyapa semut-semut yang meracau tasbih di setiap berbuahnya pohon jambu. maka disaksikannya mereka berpesta di musim batu.

di atas genting rumah yang kusam ia menoleh muka, berharap iba dari temannya.

semakin panik, semakin dahsyat getar perutnya. diikatnya dengan sebatang alang-alang. ia kewalahan mengais rezeki di tanah Tuhan. sementara di sarang anak-anaknya hampir mati menelan air matanya sendiri.

di tiang-tiang penyangga berpasak ke bumi, ia tolak dahaga, sembari tegang menyaksikan anak-anak kecil memegang katapel dengan mata sipit sebelah mengeker. hingga rontok bulu-bulu rimbun; luka di sepatah sayapnya. terbelit kakinya terjerat benang layangan. dipeluk bayangannya; menimbun kesedihan di pangkal matanya.

menuju semburat jingga, sebutir beras masih nihil didapatnya. Takdir Tuhan siapa tahu. Ia kembali menuju sangkar; mengulum lapar, sembari menerka-nerka bahwa duka ini hanya sebentar.

Bogor, 28 Mei 2021.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami