Oleh: Yuditeha
: tan
mulutmu tak bisa bicara, bukan pada
harga diri yang selama ini kau jaga, tapi karena
matamu menyaksikan laskar
rakyat tak lagi menangis oleh ketidakadilan
mulutmu tetap membisu saat
kau mendapati pintu keramat terbuka
lalu muncul burung berwarna putih
untuk meminjami salah satu sayapnya
kau tak pernah mengira seorang
terpelajar yang selama ini kautemani bertunas
menikammu dari belakang
mulutmu tetap terkunci meski
sesungguhnya ledakan emosimu bisa menyobek
tirai kuasa dengan kisah repetisi
tabiat buruk telah mengirim keputusan agar
kau dipastikan berhenti selamanya
dan diammu kala itu justru mempercepat
terhentinya nadi
suara batinmu tentang harapan paling ikhlas
mampu memberimu kesempatan kedua
setelah kematian, dan kelak
orang-orang yang berhasil tersimpan oleh zaman
terilhami perihal harapanmu yang tak sempat
terucap untuk kemudian memberi mereka modal keberanian bicara di masa depan