Sahabat Hujan

Desy Romadhon

Sahabat Hujan

Namaku Greysa Asifah Kesumma biasa dipanggil Greysa, kadang papa dan mama ku memanggil ku Grey. Aku lahir di Desa Sukaraja Jawa Barat, pada tanggal 15 Juli 2005. Umurku sekarang 15 tahun, dan aku sudah berada dibangku kelas tiga SMP. Aku bersekolah di SMP 1 Pelita Sukaraja Jawa Barat. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan adik ku laki-laki, aku biasa memanggil kakak ku dengan sebutan “akang” karena dari pihak Papa kami masih ada darah keturunan Sunda. Sedangkan Mama adalah keturunan Banjar, karena dulu Mama lahir di Banjarnegara. Sehingga terkadang bahasa kami dirumah sering campur aduk, kadang sedikit Sunda, kadang pula ada ngapaknya. Tetapi meski begitu, kami bertiga sering menggunakan bahasa Indonesia karena kurang fasih menggunakan bahasa daerah. Akang ku bernama Kraditya Pratama Kesuma, biasa dipanggil kang Adit. Sedangkan adik ku bernama Rizski Kesumma, biasa dipanggil iki. Kami anak dari pasangan suami isteri Broto Wijaya Kesumma dan Rosmaysa Indriabella.

Hobi ku menulis, apapun itu aku tulis. Terkadang fiksi atau non fiksi, bahkan kehidupanku yang telah sekian tahun ini aku tulis. Yahh… meski tulisanku tidak terbilang bagus, dan bahkan masih acak-acakan. Namun entah mengapa sejak aku masih kecil, dari mulai tahu huruf aku itu orangnya paling suka coret-coretan. Nulis-nulis sesuka hati, dulu hanya bisa sebatas coretan. Tapi sekarang sudah mulai huruf demi huruf aku tulis. Selain itu, aku juga bershabat dengan alam. Banyak inspirasi yang muncul dari otak ku bila memandang alam. Bukan hanya alam, aku juga mempunyai sahabat karib. Sahabat yang setia menemani hariku, meski dia tidak selalu ada setiap saat. Namun dia yang paling mengerti akan diriku, bila kusedih atau bahagia ia pun ikut menangis atau tersenyum.  Dia itu adalah ciptaan Allah yang maha Agung, sama seperti diriku. Bila dia datang dengan penuh keceriaan dan kegembiraan, maka setiap orang akan menyambutnya dengan bahagia. Namun sebaliknya, bila dia datang dengan keadaan yang suram, mencekam, penuh dengan dentuman yang menggelegar, maka akan menakutkan bagi setiap insan.

Dialah sahabat ku sang hujan, iya…. Hujan. Hujan adalah sahabat karib ku. Sejak kecil diriku memanglah penikmat hujan. Aku senang bermain air hujan, hingga kini dia menjadi sahabat ku. Segala yang terjadi pada diriku, hanya kepada hujanlah aku bersyahdu. Aku tak memiliki sahabat yang begitu dekat selain kepada hujan. Ada sih memang beberapa teman yang dekat dengan diriku, mereka baik. Tetapi aku hanya menganggapnya sebagai teman. Mereka sangat terbuka kepada ku, tetapi aku cenderung tertutup dan tak semua hal aku ceritakan kepada mereka. Aku orangnya pendiam, kepada Mama dan Papa ku saja, jarang sekali kuceritakan tentang diriku, bila mereka tidak menanyakannya. Mungkin bila kuceritakan tentang diriku kepada orang lain, mungkin banyak yang menganggapku ini adalah orang aneh.

Entah mengapa jika segala penat kuceritakan pada hujan maka segalanya terasa begitu ringan. Dikala aku bahagia, maka akan kuceritakan bahagia ku pada hujan. Hujan pun datang dengan suara gemuruh pelan yang begitu syahdu. Sembari tersenyum melihat ku bahagia dan memberikan sebuah kejutan pelangi yang indah dan cantik kepada ku. Begitu pula sebaliknya, disaat ku bersedih dan kecewa. Maka hujan datang dengan menangis tersedu-sedu. Suara tetesan air matanya begitu deras, dentuman yang menggelegar, kilat-kilat yang menyambar. Seakan-akan hujan merasakan apa yang sedang kurasakan. Kala itu, dalam kesedihan aku berkata “hujan mengapa aku merasa sedih sesedih ini, apa yang harus aku lakukan”. Bbleeggerrrrr….. tiba-tiba langit berdentum, seakan-akan menjawab perkataanku. Dan seketika itu pula terdengar bisikan ditelingaku “sujudlah kepada Allah curahkan segala isi hati mu itu, aku hanya ciptaan-Nya yang hanya bisa menasehati mu melalui bisikan ini”. Pada saat itu juga aku pun bergegas mengambil air wudhu dan bersimpuh di hadapan-Nya meminta kepada sang maha Agung. Selepas itu hati pun begitu tenang, hujan mulai mereda.

Pernah pada saat itu, hatiku sedang gembira karena ingin mengikuti lomba menulis kreatif antar sekolah. Berhari-hari aku pun berlatih memperbaiki tulisan ku di kamar. Sampai aku terlarut dalam kenyamanan. Membuat ku terlupa dengan segala aktifitas yang setiap hari kujalani. Setiap pulang sekolah pada pukul 13.00 aku pasti selalu membantu Mama membuat kue pesanan orang lain. Tetapi berbeda dengan saat ini, pulang sekolah aku langsung menuju ke kamar kemudian mengukir sebuah kata demi kata pada kertas itu. Hingga aku lupa untuk makan, menulis dan menulis hanya rehat sebentar melaksanakan sholat. Sembari menulis aku bercerita kepada angina tentang kebahagiaan yang tengah kurasakan. “Wahai angin, aku sedang bahagia karena aku sedang berusaha membuat karya tulis untuk mengikuti perlombaan antar sekolah. Lomba diadakan disekolah ku, berbagai sekolah mengikuti lomba tersebut. Jadi aku merasa senang karena bisa mewakili SMP 1 Pelita Sukaraja, Jawa Barat. Wahai angina tolonglah sampaikan pada hujan bahwa aku sedang bahagia”**). Tatkala itu angina bertiup dengan penuh kesyahduan, seketika terdengar bunyi rintikan yang amat merdu, cerah bergemilang, menghadiahkan pelangi kepada ku. Tetesan air hujan yang begitu jernih itu yang menemaniku hingga pada akhirnya aku menyelesaikan tulisan ku.

Aku menyelesaikan karangan ku itu sekitar beberapa hari dan tidak mencapai satu minggu. Setelah selesai maka tiba lah saatnya waktu pengumpulan karya yaitu pada hari Senin, 26 April 2020. Pagi itu aku bersiap-siap ke sekolah dengan gembira. Papa terlihat hendak mau berangkat kerja sambil menghidupkan motor. Akang baru selesai mandi dan hendak mau berangkat kerja juga. Setelah selesai sarapan, aku dan Iki berpamitan kepada Mama untuk berangkat ke sekolah. Beberapa hari ini Mama terlihat bersikap dingin kepada ku, karena aku selalu mengurung diri di kamar. Namun meski begitu, Mama tetap menyalami ku. Kami berdua berangkat sekolah menaiki angkot, karena kami hanya memiliki dua motor yang dua-dua nya digunakan Akang dan Papa untuk berangkat bekerja.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, aku pun berjalan kaki untuk mengantar kan Iki ke sekolah. Karena sekolah Iki tak begitu jauh dari sekolah ku. Iki bersekolah di SD N 212 Cendekia Jawa Barat. Selepas itu aku bergegas menemui Pak Sartanto guru Bahasa Indonesia. Beliau adalah panitia dari lomba menulis karangan ini. Aku pun menemui Pak Sartanto di ruangan beliau, dan menyerahkan hasil karya tulis ku kepada beliau. Beliau menyampaikan bahwa pengumpulan karya tersebut dilaksanakan pada pukul 10.00 nanti saat waktu istirahat. “Wah Greysa semangat sekali, maaf karya nya di kumpulkan nanti saja pada pukul 10.00 bersamaan denngan karya-karya peserta lain. Karena perwakilan dari sekolah lain nanti baru datang kesini. Sekarang kamu masuk kelas saja dulu ya…” kata Pak Sartanto sambil tersenyum. “Baik Pak, maaf saya ingin bertanya jadi nanti saja karya nya saya kumpulkan dengan Bapak? Apakah peserta nya banyak yang ikut Pak?” jawab ku sambil dag dig dug. “Iya Grey, nanti saja. Karena juri nya bukan hanya Bapak melinkan ada juri-juri yang lain, dan menghadirkan penulis-penulis terkenal seperti Glenn Bramasta. Peserta Alhamdulillah banyak ada 50 peserta dan semuanya mewakili sekolah masing-masing.” Ujar Pak Sartanto sambil tersenyum bangga. “Terimakasih Pak, saya permisi ke kelas” jawab ku. “Iya silahkan” kata Pak Sartanto. Kemudian aku pergi menuju kelas sambil tersenyum dan sedikit berdebar gembira.

Di kelas terlihat teman-teman sedang berbincang-bincang. Ku dengar mereka sedang membicarakan tentang perlombaan menulis itu. Mereka penasaran siapa peserta menulis perwakilan dari lomba tersebut. Karena pendaftaran serta penyelenggaraan lomba dilakukan secara tertutup di suatu ruangan. Aku pun berjalan perlahan mendekati teman-teman ku dan kemudian duduk di bangku milik ku. Salah satu temanku menoleh kebelakang, tepatnya ke wajah ku sambil memandangiku dan berkata. “Hei, Grey kamu dari mana? Tumben datang ke kelas pada saat waktu masuk kurang 2 menit lagi seperti ini. Biasanya kau datang saat waktu masuk kurang 15 menit lagi.” (Tanya Chika dengan nada sedikit kasar sambil melihat jam tangannya). “Tidak kemana-mana aku tadi habis mengantar adek ke sekolah, tadi agak lama disana karena sekolah adek masih sepi”. (Jawab ku sedikit berbohong). “Ah, biasanya kamu juga mengatar adek mu tapi gak pernah terlambat kok. Naon atuh yang teteh sembunyikan. (kata Chika sedikit memaksa). “Tapi aku memang mampir ke sekolah dek Iki tadi atuh neng.” (jawab ku sedikit gelisah). “Sudahlah Chika tak perlu di perdebatkan, kita tak boleh berburuk sangka gitu atuh ama Grey”. (Sanggah Melsa)

Begitulah teman-teman ku, terkadang ada yang baik, ada yang sedikit jutek tak pernah mau memahami orang lain. Karena itu aku tidak pernah memiliki teman yang begitu special. Sampai saat ini pun, belum kutemukan sahabat yang benar-benar sejati, selalu ada saat senang maupun susah. Untuk saat ini masih hujan yang menjadi sahabat sejatiku.

Kemudian bel berbunyi, waktu masuk pun tiba. Ibu guru memasuki kelas, aku belajar dengan sedikit rasa gelisah. Terfikir dengan karya tulis ku yang sebentar lagi akan kuserahkan kepada panitia lomba. Tak terasa waktu bergulir, jam telah menunjukkan pukul 10.00. WIB. Bel pun berbunyi, yang menunjukkan bahwa waktu istirahat telah tiba. Suara riuh dari luar kelas pun mulai terdengar, suara itu berasal dari suara peserta lomba yang mulai berdatangan. Ibu guru mengakhiri proses pembelajaran dan kemudian menuju ke ruangan guru. Aku bergegas ke ruang lomba sambil membawa tas gendong ku yang berisi buku-buku dan karya tulis ku. Disana tampak, peserta lain telah duduk rapi di kursi yang telah disediakan. Aku pun duduk di antara kursi-kursi itu, di depan kami terlihat para juri sedang berdiskusi. Aku melihat ada Pak Sartanto disana dan penulis terkenal yang telah lama aku kagumi, yaitu kak Glenn Bramasta. Beliau adalah penulis asal Indonesia yang karya nya sudah mendunia. Tiba saat nya juri menjelaskan aturan-aturan dari perlombaan tersebut.

Aturan tersebut disampaikan oleh kak Glenn, dan aku langsung tersenyum dengan terpukau. “Baik, Assalamu’alaikum Wr.Wb. saya Glenn perwakilan dari dewan juri perlombaan menulis karangan kreatif. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada adik-adik sekalian telah berantusias dalam mengikuti lomba ini. Selamat datang dan salam kenal dari saya. Jadi mengenai aturannya begini, karya tulis yang telah dibuat oleh peserta sekalian, nanti setelah ini di kumpulkan kepada kami berdasarkan no urut tempat duduk kalian. Setelah di kumpulkan, maka karena pesertanya ada 50 jadi kami akan meminta waktu untuk berdiskusi selama satu minggu. Oleh sebab itu, pengumuman pemenang juara lomba akan di laksanakan pada hari senin tanggal 03 Mei 2020. Pada tanggal tersebut seluruh peserta wajib hadir pada pukul 08.00 WIB. Di sini ada sedikit penghargaan dari saya berupa sebuah piagam penghargaan untuk peserta lomba atas partisipasinya. Dalam piagam tersebut terdapat keterangan waktu pengumuman lomba, sebagai pengingat kepada peserta lomba. Terimakasih, sekian dari saya Wassalamu’alaikum Wr.Wb. (Jelas kak Glenn)

Setelah kak Glenn menyampaikan aturan lomba, kami pun mengumpulkan karya tulis kami berdasarkan no urut tempat duduk kami masing-masing. Sembari menerima karangan kami, kak Glenn pun juga memberikan sebuah piagam yang telah di tanda tangani nya kepada kami. Aku duduk pada kursi nomor terakhir, dan tiba saat nya giliran ku, sungguh hati ini berdebar-debar. Aku berjalan perlahan sembari membawa karya tulis ku. Ku berikan karya tulis itu kepada nya, dan kuberanikan diri untuk menyapa nya. “Hai kak namaku Grey, aku penggemar berat kakak. Salam kenal ya kak.” (Kata ku memberanikan diri. ). “Hai juga Grey, karena kamu sangat ramah aku akan kasih kamu sebuah buku terbaru karangan ku”. Ini, jangan lupa baca ya. Sampai jumpa lagi pada pecan depan.” (Jawab kak Glenn sembari memberikan buku pada ku). “Wahhh, mashaAllah terimakasih ya kak”. (aku tersenyum kegirangan sambil menerima bubu itu). Ku lihat wajah kak Glenn tersenyum sembari mengangguk kepada ku. Kemudian aku pun pergi meninggalkan ruangan itu.

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 13.00 WIB, yang berarti bahwa sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Setelah bel berbunyi dan setelah membaca do’a pulang bersama-sama dikelas, aku langsung bergegas menuju k depan gerbang sekolah. Disana terlihat Iki sedang menunggu ku, kami menunggu angkot bersama. Kemudian selepas itu kami menaiki angkot, setelah sampai di rumah aku dan Iki bersalaman dengan Mama karena Papa dan Akang belum pulang kerja. Aku bergegas menuju kamar, ku buka buku pemberian dari kak Glenn yang berjudul “Teman Sejati Alam”. Ku baca buku itu hingga terlupa harus membantu Mama membuat pesanan kue. Padahal pada saat itu Mama sedang menerima banyak pesanan, sekitar 100 kotak lebih pesanan kue yang harus Mama buat. Dalam satu kotak kue itu terdiri dari kurang lebih 5 jenis kue, baik kue yang manis maupun yang asin.

Selama beberapa hari ini aku mengurung diri di kamar Ibu hanya terdiam dan membiarkan saja padahal beberapa hari kemarin Ibu juga banyak pesanan. Aku masih asyik membaca buku itu, hingga jam telah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Ibu datang di depan pintu kamar ku sembari memanggil ku “Neng Grey, bantu Mama atuh, ngapa jane neng kamar terus. Rewangi Mama sedela” (Kata Mama, bahasa Sunda campur ngapak itu menjadi ciri khas beliau). “Bentar Ma, nanti eneng Bantu.” (Jawab ku). Tak begitu lama Ibu masuk sambil menghempaskan pintu kamar ku. Geebbraaakkkk….. sentak aku terkejut, tak pernah aku melihat wajah Mama seseram itu. Matanya melotot dan wajahnya memerah mengahampiriku, sungguh begitu menakutkan. “Koe ki wes gede nduk, tulung lah ngerti gaweane Mama, ngapa neng kamar bae terus. Arep dadi apa koe ha…!” (Bentak Mama). Aku ketakutan, Mama semakin mendekatiku, dan mendekat-mendekat. Tiba-tiba… plaaakkkkk….. Mama menampar pipiku dengan begitu kerasnya. Menjambak rambut ku hingga aku merintih kesakitan. Sungguh saat itu adalah saat yang paling mengerikan, dimana aku tidak pernah melihat Mama semarah itu.

Terdengar suara motor di depan rumah, Papa dan Akang pun pulang. Papa dan Akang berlari menuju ke kamar ku dan terkejut melihat Mama yang sedang memarahiku. “Kunaon ribut, Saleresna naon hungkul Ma” (Tanya Papa). “Ieu mangrupikeun hiji-hijina damel di kamarna. Cicing di rohangan. Bebeh ali ndeleng na nyong. Sapa seng ora gela, anane bali sekolah neng kamar-kamar bae terus.” (Jawab Mama sambil marah). Kemudian Papa membawa Mama ke kamarnya dan menenangkan amarah Mama. Akang mencoba meredakan tangisanku sembari mengusap cairan bening ini dari pipiku. Terlihat di depan pintu kamar ku ada Iki yang sedang berdiri menangis tersedu-sedu sambil gemetaran tubuhnya. Wajar saja jika semuanya merasa terkejut akan apa yang terjadi, karena Mama tidak pernah mengeluarkan amarahnya separah itu. Setelah menenangkan ku, Akang menggendong Iki menuju kamarnya sembari menutup pintu ku.

Setelah kejadian itu, diriku menjadi wanita yang sangat aneh. Hari-hari hanya kulewatkan dengan penuh kesedihan, setiap saat aku menangis dan setiap saat pula hujan yang menakutkan turun begitu derasnya. Hingga aku tak pernah sedikit pun keluar dari kamar, Mama pun juga tak berani menghampiriku. Hanya saja setiap waktu makan Papa yang membawa makanan untuk ku ke kamar. Berkali-kali Papa mencoba menyuapiku dengan sesendok nasi namun aku enggan membuka mulut ku. Di biarkan saja nasi itu tergeletak hingga makanan demi-makanan menumpuk di meja kamar ku dan tak pernah ku sentuh sedikit pun. Tiga hari berlalu keadaan tubuhku semakin melemah, tiba-tiba di kala waktu azan magrib aku merasakan sakit yang begitu menusuk di bagian kepala ku. Ku tahan rasa yang begitu sakit itu sambil bersujud di hadapan sang Maha Kuasa. Setiap menjelang magrib sampai waktu Isya rasa sakit itu menyerang dan menggerogoti kepala ku. Rambut ku semakin rontok dan rontok. Tak ada yang mengetahui bila keadaan ku sedang melemah. Meski Papa sering ke kamar mengantarkan makanan, namun Papa tidak tahu mengenai keadaan ku sampai rambutku hampir habis karena rontok. Karena aku selalu menggunakan jilbab, jadi Papa tidak dapat melihat rambut ku.

Sesekali Papa membujuk ku untuk makan, namun aku hanya terdiam terpaku membisu menatap kejendela. Setiap hari aku hanya bisa menangis sambil memandang derasnya air hujan dan dentuman suara petir. Entah mengapa setelah kejadian itu, hujan datang hampir setiap malam bahkan terkadang siang. Hujan tak begitu deras namun mengeluarkan dentuman yang begitu keras. Seakan-akan suara itu menggema di telinga. Melihat keadaan ku yang semakin memburuk ini aku memutuskan untuk pergi kerumah sakit untuk mengecek kesehatan. Pagi nya pun aku kabur dari rumah untuk menuju ke rumah sakit, aku kabur melalui jendela kamar. Sesampainya disana aku pun di cek keadaanya oleh dokter. Dokter mengatakan bahwa keadaan ku semakin memburuk, aku terkena penyakit langka yang sangat membahayakan. Aku terserang penyakit Vertigo di bagian otak, dan dokter mengatakan harapan untuk sembuh sangatlah minim sekali. Mendengar hal itu aku pun menangis.

Kemudian aku bergegas untuk pulang, hujan diselingi dengan petir begitu kencang menemani perjalanan pulang ku. Aku pulang dengan menaiki ojek, seketika itu langit berubah menjadi sangat gelap. Tiba nya di rumah, aku memasuki kamar melalui jendela. Tidak ada yang mengetahui akan hal itu, karena aku pulang saat waktu makan siang belum tiba. Tentunya Papa pasti belum datang untuk mengantarka makanan. Sesampainya di kamar, aku mengganti pakaian ku. Ku simpan keterangan hasil mengenai penyakit ku di atas meja belajar. Siang itu Papa mengantar makanan di kala aku sedang tertidur. Setelah bangun aku pun melaksanakan sholat Zuhur, kemudian duduk bersimpuh menagis sembari menengadahkan kedua tangan. Setiap saat aku hanya melamun dan melamun sambil menangis tanpa makan dan minum hanya melaksanakan sholat yang tak pernah terlupa. Setelah sholat Ashar aku terbaring sebentar di atas kasur, tak sengaja mata ku terpejam.

Waktu magrib pun telah tiba, rasa sakit yang menggerogoti kepala ku seakan-akan membangunkan ku dari keterleapan itu. Aku terbangun sambil tertatih-tatih menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Rasa sakit ini yang sungguh luar biasa seakan-akan aku tak sanggup lagi untuk bertahan hidup. Waktu sholat demi waktu sholat telah ku kerjakan. Pada pukul 22.00 WIB aku mulai memejamkan mataku. Kemudian pada pukul 02.00 WIB aku terbangun berjalan lemas menuju kamar mandi untuk berwudhu. Aku melaksanakan sholat tahajud hingga pada rakaat ke 23 saat takbir tiba-tiba aku terjatuh dan tersungkur diatas sajadah. Lemas tak berdaya, rasa sakit di kepala semakin menusuk bak jarum yang di tancapkan di kepala ku. Rambut ku semakn rontok hingga menyerupai laki-laki. Tak berdaya untuk bangun lemah dan semakin melemah, tiba-tiba mata ini pun tertutup secara perlahan.

Pagi nya tepat pada tanggal 03 Mei 2020, entah apa yang membuat Papa tergerak hatinya menuju ke kamar ku. Papa datang membuka pintu melihat ku yang terbaring lemah diatas sajadah dengan masih menggunakan mukena. Pada saat itu Papa kira aku tertidur, Papa membangunkan ku berkali-kali namun aku tak juga bangun. Papa berteriak memangil Mama, Akang dan juga dek Iki. Semua cemas kemudian Akang menelfon ambulan untuk datang ke rumah. Mama menagis dengan begitu sedihnya, memandangi wajah ku yang begitu pucat itu. Berjalan Mama melihat sekeliling kamar ku, terlihat banyak makanan yang tidak aku makan di meja. Kemudian di meja belajar mama menemukan dua buah amplop yang pertama Mama buka yaitu berisi piagam penghargaan perlombaan. Piagam tersebut menuliskan bahwa pengumuman lomba di laksanakan pada hari ini, pada pukul 10.00 WIB. Kemudian amplop yang kedua Mama buka secara perlahan, ternyata isinya sangat mengejutkan. Amplop itu berisi tentang penyakit ku, aku terserang penyakit Virgo stadium 4 yang menggerogoti otak ku. Mama menagis dengan begitu kuat nya sam bil berkata “Ya Allah nduk ternyata koe terkena penyakit yang sesadis ini, maafkan Mama ini pasti gara-gara Mama memarahimu pada waktu itu. Pa anake dewek, aku nyesel Pa. Ternyata Grey mendap neng kamar karna melu lomba menulis karangan.” ( Mama menangis sambil menunjukkan kedua isi amplop itu pada Papa ).

Ambulan pun datang, aku dibawa menuju kerumah sakit tepat nya pada pukul 10.00 WIB. Mama, Papa, Akang dan Iki menemaniku dalam perjalanan menuju rumah sakit, tubuh ini masih terbaring lemah. Papa dan Akang libur kerja pada hari ini, Iki pun bolos sekolah. Sesampainya di rumah sakit, aku dibawa dokter menuju ke ruang operasi. Sementara di sekolah teman-teman sedang menyaksikan pengumuman perlombaan, semua terkejut karena pemenang pertama nya adalah aku. Namun yang membuat mereka heran yaitu mengapa pada saat moment yang paling berharga itu aku tidak datang. Salah satu dari teman ku menelfon Mama, menanyakan tentang kabar ku. Mama menjawab telfon sembari menangis, Mama mengatakan bahwa aku sedang di operasi karena terkena penyakit Vertigo. Teman ku pun serentak kaget dan seakan tak percaya, mereka menyesal karena selama ini belum bisa menjadi teman yang baik bagiku. Mama pun demikian menyesalnya atas perbuatan yang telah dilakukannya. Ternyata aku menurung diri di kamar karena membuat sebuah karya tulis yang di lombakan yang nantinya akan membanggakan keluarga. Mama melihat diary ku, disana tertulis bahwa aku akan sangat bahagia jika mendapat juara satu pada lomba ini, aku akan membawa keluarga ku kesekolah dan mempersembahkan hadiah ini untuk Mama dan Papa. Mama menangis tak henti-henti. Inilah kisah ku yang begitu miris, hingga pada akhirnya aku berada di ruang operasi.

________________________________________________________

Mohon maaf cerita ini hanya fiktif belaka, jika terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, waktu serta suasana itu semata-mata hanya khayalan penulis saja. Dan apabila masih terdapat banyak kesalahan mohon di maklumi, dikarenakan kemampuan penulis yang masih terbatas. Terimakasih dan selamat membaca.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami