Oleh: Ilham Faidillah
Pada hari ke empat puluh kematian si mbok, para warga sudah siap sedia
duduk melingkar di tikar menunggu pak lebai datang untuk mengawali tahlilan.
Pak lebai datang dengan cahaya terang di balik kopyah putih,
koko, sarung, bahkan sorban yang dikalungkan. Setelahnya
datang juga mbah jo; seorang tukang gali kubur yang ingin
menghormati hari ke empat puluh kematian jenazah yang pernah dikuburkan,
berkemeja batik seadanya dan bercelana hitam dengan bekas lumpur di ujung kain.
Semua duduk bersila.
Sebelum doa dimulai pak lebai mencoba memecah suasana,
“sudah lama kita semua tidak melihat mbah jo.
Sulit bertemu dengan beliau, lebih sulit daripada menemui saya.
Rasanya kita melihat beliau hanya di waktu tertentu saja.”
Orang-orang tertawa
mbah jo tersenyum
pak lebai lanjut bercerita
“kalau tidak saat sedang menguburkan mayat
paling mbah jo akan kelihatan saat salat, itu pun hari raya saja.
untuk salat jumat pun rasanya jarang beliau berpapasan dengan kita”
tawa merekah makin renyah
mbah jo masih tersenyum pasrah.
“misalnya mbah jo belum tau tata cara atau doa-doa bersembahyang
tak perlu malu, datang saja ke rumah saya dan akan saya ajarkan semampunya.
atau esok saat jumatan, mbah jo bisa mulai mencoba menyimak doa saya
di barisan makmum paling depan dan berdiri tepat di belakang imam.”
Talilan belum dimulai tapi mbah jo sudah berdiri,
Di ambang pintu mbah jo terdengar mengatakan sesuatu,
“karena aku orang abangan dan setiap hari cuma berkumpul
bersama tanah kuburan, aku bersedia jadi muridmu.”
“Alhamdulillah, mbah jo mau.”
Ramai-ramai jamaah melafal hamdallah.
“tapi ada satu syaratnya, jangan ajari aku doa-doa salat atau yang lainnya dengan bahasa arab. Melainkan harus dengan bahasa jawa. Karena bahasa nabi terlalu biasa.”
Mbah jo pun melangkahkan kaki dan pergi.
Pak lebai batuk-batuk, melepehkan dahak
ke sorbanyang dia kalungkan.
Jamaah tahlil keheranan.
Doa tahlilan sudah dikirimkan, entah akan sampai kepada jenazah kapan
Setidaknya hari jumat yang dijanjikan telah sampai di perkampungan.
Hari itu pak lebai lupa dengan janjinya
Tapi mbah jo tidak pernah melupakan perkataannya.
Saat mengimami salat jumat di pasaran kliwon
pak lebai kaget sejadi-jadinya ketika takbir ke-dua.
Tembok dengan mozaik keramik bertuliskan allahu akbar
di depannya yang semula terang disenteri matahari
kini tertutup bayangan orang sembahyang.
Pak lebai terjungkal, berlari ke arah rumah
mengunci kamar, tak mau keluar.
Para makmum bersedekap dengan bingung.
Mbah jo melangkah dari barisan depan mengisi kekosongan imam.
29/07/2023