Membicarakan Bentuk-Bentuk Kesedihan

Oleh: Khalil Satta Elman


    

misal kita meminjam luka yerusalem untuk membuka percakapan tentang kesedihan 

sebelum kau berujar, gerimis ini adalah kematianku. sebab tak ada luka yang lebih nganga daripada itu. hari berkabung yang diciptakan dari ledakan-ledakan mesiu membuat kita tau, bahwa kesedihan adalah inti dendam masa lalu. senyum yang mengabu di antara reruntuhan masjid dan hospital. kematian-kematian yang tidak wajar. 


*

kesedihan kita adalah kepergian kata-kata. ketika malam menculik bulan berwarna tembaga

dengan kabut berarak sebelum hujan tiba. sedang pada kuil-kuil bahasa yang kita cipta,

percik keheningan juga gaung kesunyian menjadi apologi air mata. kesedihan begitu dalamkah? angin bergaram membawa jerit ombak dari gigir pelabuahan. di sana, panggung perpisahan selalu digelar. sedu-sedan ditulis ulang camar-camar pada pagar besi kapal.


kemudian percakapan kita saling memawar dari dada kesepian. puisi-puisi bermetrum lawas

semakin awas terhadap raut kesedihan. dan pada akhirnya sepasang sorot mata bulanmu menjemput kerinduanku yang berceceran di antara tanjung dan bukit karang. 

pelayaran selalu menciptakan gerimis dalam kamar, aku adalah nahkoda berbekal kompas yang jarumnya patah dan hanya mampu berlayar dari pulau duka ke pulau duka yang lain.


*

di sisi lain, sungai di perbukitan meluap sehabis senja. kebahagian dan kesedihan adalah 

kuntum-kuntum nasib, ujarmu. tapi aku tak bisa membedakan, mana yang lebih gelap 

juga pekat antara malam dan ucapanmu. sebab, yang kerap kau pungut dari runcing waktu adalah derita.


*

sepertinya kesedihan sudah menggaung di segala tempat. di bawah pengap kolong jembatan dengan instrumentalia burung gagak. di stasiun kereta api dengan mesin lokomotif pemanggil air mata. apakah seorang masinis tidak pernah merasakan getar juga getir dada di hadapan perpisahan? atau pernah merasa semua jalur rel menuju kota-kota samsara. tanyamu, seusai matahari padam, seusai tubuh kita menjelma kuda di atas ranjang.


tiba-tiba sebuah kesedihan menabuh damaru dengan seribu tangan kematian di sepanjang trotoar yang licin. sederet genitri tumbang dicakar angin. begitu juga tawa-tawa kita. tewas oleh belati takdir. dongeng-dongeng tentang kehilangan dipentaskan penyair-penyair muda yang sudah lama meninggalkan kampung halaman: apakah kita benar-benar berada dalam sebuah ruang perbatasan? pulang ke tanah kelahiran menjadi asing, di tanah rantau  juga asing. kegelisahan-kegelisan pun tumbuh semacam duri rukam dalam perasaan. dan apakah ini bagian-bagian dari bentuk kesedihan?


*

kita pinjam lagi duka yerusalem untuk menjadi penutup pembicaraan tentang kesedihan.

tapi tidak dengan wajah maut yang kerap mengintai di setiap reruntuhan kotanya. puisi ini terlalu ringkih untuk menanggung kesedihannya. yang maha. yang air mata. 

yang negeri manapun tidak dapat menanggungnya. sebelum kau mengucapkan gerimis ini adalah kematianmu, kau lebih dulu mengucapkan: kematian yang disebabkan ledakan mesiu adalah kebahagianku.


sepertinya kesedihan di dadamu terus menghunjam. di negeri yang jauh ada tangis yang melebihi lebat hujan sehabis kemarau panjang.


Komunitas Kutub/Yogyakarta, Desember 2023

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top
× Hubungi kami